Pendahuluan
Dalam dunia coaching mental health, hubungan dengan individu yang memiliki Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah salah satu bentuk dinamika paling rumit dan melelahkan secara emosional. NPD bukan sekadar gangguan kepribadian; ia adalah energi psikologis yang bekerja secara halus, menular, dan menembus batas sadar seseorang. Banyak supply (korban atau sumber energi emosional si narsistik) yang merasa dirinya perlahan kehilangan jati diri, terhisap, dan bahkan menjadi âbayanganâ dari si NPD.
Fenomena ini dapat dijelaskan dari tiga dimensi utama:
1. Dimensi Psikologis Ilmiah,
2. Dimensi Energi dan Resonansi Emosional, serta
3. Dimensi Spiritual dari berbagai agama besar dunia.
---
1. Dimensi Psikologis Ilmiah: Mekanisme Penularan Energi NPD
a. Empathic Resonance dan Emotional Contagion
Secara ilmiah, manusia memiliki neuron cermin (mirror neurons) di otak yang memungkinkan kita merasakan dan meniru emosi orang lain. Penelitian oleh Rizzolatti & Craighero (2004, Annual Review of Neuroscience) menunjukkan bahwa neuron ini membuat manusia secara otomatis memantulkan kondisi emosional di sekitarnya.
Ketika seseorang berinteraksi dengan individu NPD, yang penuh dengan kebutuhan validasi, grandiositas, dan rasa superior semu, sistem empatik otak si supply ikut terseret. Inilah mengapa si supply sering merasa tegang, cemas, bahkan bersalah tanpa alasan jelasâkarena energi emosional narsistik telah âmenginfeksiâ sistem sarafnya.
b. Proses Gaslighting dan Disonansi Kognitif
Gaslightingâmanipulasi psikologis yang membuat seseorang meragukan realitasnyaâmenciptakan disonansi kognitif (Festinger, 1957). Dalam kondisi ini, otak si supply terjebak antara dua keyakinan: âdia mencintaikuâ vs âdia menyakitikuâ. Ketegangan mental ini menghasilkan stres kronis, aktivasi hormon kortisol, dan membuat otak lebih mudah menyerap sugesti atau energi emosional dari si NPD.
Seiring waktu, supply menjadi âhostâ yang terbuka bagi vibrasi mental si narsistik: haus kontrol, ketakutan akan kehilangan, dan keinginan untuk diakui.
c. Trauma Bond dan Sistem Saraf Polivagal
Menurut Stephen Porges (2011, The Polyvagal Theory), trauma bond terbentuk ketika otak dan sistem saraf kita mengasosiasikan ancaman dengan keintiman. Dalam hubungan dengan NPD, siklus idealization-devaluation-discard menimbulkan keterikatan biologis yang serupa dengan kecanduan.
Adrenalin dan dopamin yang dilepaskan selama fase idealization menciptakan euforia, lalu rasa sakit emosional saat devaluation membuat tubuh merindukan âdosis cintaâ berikutnya. Ini adalah bentuk energi yang menular, bukan melalui kata, tapi melalui sistem saraf yang beresonansi.
---
2. Dimensi Energi: Resonansi Getaran Emosional dalam Hubungan
a. Frekuensi Energi Emosi
Dr. David R. Hawkins dalam bukunya Power vs Force (1995) mengukur frekuensi getaran emosi manusia. Energi narsistik bergetar pada level rendah seperti kesombongan, rasa malu, dan ketakutan, sedangkan energi empatik atau supply sering kali bergetar di frekuensi tinggi seperti cinta dan kasih sayang.
Ketika dua energi ini bertemu, hukum resonansi bekerja: frekuensi rendah menarik frekuensi tinggi agar turun. Maka supply perlahan âtertularâ dan kehilangan kejernihan emosionalnya.
b. Vampirisme Energi Emosional
Dalam coaching spiritual, fenomena ini sering disebut energi vampirisme emosional, di mana individu NPD secara tidak sadar âmenghisapâ energi vital orang lain untuk mempertahankan ilusi dirinya yang superior. Energi ini menular bukan karena si NPD jahat, tetapi karena mereka kosong di dalamâtidak punya pusat keutuhan diri yang stabil.
Seorang supply yang penuh empati menjadi âwadahâ ideal untuk menampung emosi tertekan si NPD. Ia menyerap rasa sakit, rasa malu, dan kemarahan yang ditolak oleh NPD. Proses ini seperti emotional osmosisâenergi berpindah dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
c. Healing dari Sudut Energi
Proses penyembuhan menuntut supply untuk melakukan detachment energetik melalui:
Meditasi grounding,
Pembersihan aurik (aura cleansing),
Reparenting diri (membangun kembali cinta diri tanpa validasi eksternal),
Meningkatkan frekuensi getaran dengan rasa syukur, doa, dan keheningan batin.
---
3. Dimensi Spiritual: Refleksi dari Semua Ajaran Agama Besar
a. Islam
Dalam Islam, fenomena ini selaras dengan konsep nafs (ego). Al-Qurâan menyebut nafs ammÄrah bis-sĆ«ââjiwa yang mendorong kejahatan (QS. Yusuf:53). Orang dengan NPD hidup dari nafs ini, mencari validasi dan kekuasaan tanpa kesadaran ruhani.
Supply yang tidak sadar bisa tertular sifat ini jika tidak menjaga dzikir (kesadaran Ilahi). Rasulullah ï·ș bersabda:
> âSeseorang mengikuti agama sahabatnya, maka perhatikanlah siapa yang menjadi sahabatmu.â (HR. Abu Dawud)
Ini menegaskan pentingnya resonansi spiritual: energi batin seseorang dapat memengaruhi kita jika kita tidak berakar pada dzikir dan keikhlasan.
b. Kristen
Dalam tradisi Kristen, penularan energi narsistik dapat dilihat sebagai pengaruh roh kesombongan. Dalam Amsal 16:18 disebutkan:
> âKesombongan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.â
Kristus mengajarkan agape loveâkasih tanpa syarat, bukan kasih manipulatif yang menuntut pujian. Supply yang terjebak sering diminta untuk âmengasihi musuhmuâ, bukan dalam arti menerima perlakuan toksik, melainkan melepaskan diri dari energi benci yang sama.
c. Hindu dan Buddha
Dalam pandangan Hindu, energi NPD adalah manifestasi dari mayaâilusi ego yang menutupi kesadaran Atman. Dalam Bhagavad Gita (2:71), disebutkan:
> âIa yang bebas dari keinginan dan tidak terikat pada rasa memiliki, mencapai kedamaian sejati.â
Sementara dalam Buddhisme, penularan energi NPD dipahami sebagai tanha (kemelekatan) dan dukkha (penderitaan). Satu-satunya jalan keluar adalah mindfulness dan pelepasan keterikatan (upekkha)âmenyadari bahwa energi manipulatif hanya bisa menular bila kita masih bereaksi.
d. Ajaran Spiritual Universal
Semua tradisi sepakat bahwa energi negatif hanya bisa hidup bila ada âresonansiâ dalam diri kita. Jika hati kita tenang, berakar pada kesadaran ilahi, maka energi luar tak bisa menembus kita.
Seperti dikatakan dalam A Course in Miracles:
> âHanya ego yang bisa diserang, dan hanya ego yang bisa menyerang.â
---
4. Integrasi Hipnoticoaching: Membebaskan Diri dari Penularan Energi NPD
Dalam hipnoticoaching, pembebasan dilakukan lewat tiga tahap sadar:
1. Awareness (Kesadaran):
Sadari bahwa energi NPD bukan identitas diri kita. Katakan dalam hati:
âAku mengembalikan energi yang bukan milikku, dan aku menarik kembali energiku yang pernah aku berikan.â
2. Detachment (Pelepasan):
Gunakan napas dan afirmasi untuk melepaskan koneksi emosional:
âAku melepaskan keterikatan pada sosok yang menguras jiwaku. Aku bebas, damai, dan utuh kembali.â
3. Reconnection (Penyambungan):
Hubungkan kembali diri dengan sumber ilahi, sesuai keyakinanmu.
Dalam bahasa universal:
âAku bersatu kembali dengan Cahaya yang menciptakanku.â
Dengan melakukan ini secara konsisten, sistem saraf dan medan energi kita akan membentuk batas sehat (energetic boundary). Energi NPD tidak lagi dapat menular, karena kita tidak lagi bergetar pada frekuensi ketakutan dan rasa bersalah.
---
Penutup
Energi NPD menular bukan hanya lewat tindakan atau kata-kata, melainkan melalui resonansi emosi dan keterikatan batin. Ia bekerja di ranah halusâneural, energetik, dan spiritual. Namun penularannya bukan kutukan; ia adalah panggilan untuk menyadari di mana kita belum berdamai dengan diri sendiri.
Penyembuhan sejati bukanlah memerangi si NPD, melainkan mengangkat kesadaran diri ke tingkat cinta dan keutuhan. Di sana, tidak ada yang bisa âmenularâ, karena hanya cahaya yang beresonansi dengan cahaya.
---
Referensi Ilmiah
Rizzolatti, G., & Craighero, L. (2004). The Mirror-Neuron System. Annual Review of Neuroscience.
Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford University Press.
Porges, S. (2011). The Polyvagal Theory: Neurophysiological Foundations of Emotions, Attachment, Communication, and Self-regulation.
Hawkins, D. R. (1995). Power vs Force: The Hidden Determinants of Human Behavior. Hay House.
Referensi Spiritual
Al-Qurâan, QS. Yusuf:53
Hadis Riwayat Abu Dawud
Amsal 16:18 (Alkitab)
Bhagavad Gita 2:71
Dhammapada 277â279
A Course in Miracles, Foundation for Inner Peace