Hoarding Disorder

Hoarding Disorder atau gangguan menimbun adalah kondisi psikologis di mana seseorang kesulitan membuang atau melepaskan barang-barang, terlepas dari nilai sebenarnya dari barang tersebut. Akibatnya, ruang hidup mereka menjadi penuh sesak dan sering kali tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. 🧠 Definisi dan Ciri Utama Menurut DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5), seseorang dikatakan mengalami Hoarding Disorder jika memenuhi ciri-ciri berikut: 1. Kesulitan berlebihan untuk membuang barang, baik yang tidak berguna sekalipun. 2. Dorongan kuat untuk menyimpan, karena merasa barang itu mungkin “berguna suatu saat nanti”, atau memiliki nilai emosional. 3. Penumpukan barang hingga area rumah menjadi sesak, tidak fungsional, dan berantakan. 4. Menimbulkan gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari — secara sosial, pekerjaan, atau kesehatan. 5. Tidak disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya cedera otak) atau gangguan lain seperti OCD, depresi berat, atau skizofrenia. 💭 Perbedaan dengan Kolektor (Collector) Collector: menyimpan barang dengan kategori tertentu (misal perangko, buku, tanaman), terorganisir, dan bisa dinikmati secara estetis. Hoarder: menyimpan semuanya tanpa sistem, sering kali tanpa tema, tidak terorganisir, dan menimbulkan stres. 🧩 Penyebab dan Faktor Risiko Penyebab pasti belum tunggal, tapi biasanya kombinasi faktor berikut: 1. Genetik: kecenderungan menurun dalam keluarga. 2. Neurobiologis: kelainan pada fungsi otak bagian anterior cingulate cortex dan insula (pengambilan keputusan dan kontrol impuls). 3. Trauma emosional: kehilangan orang terdekat, perceraian, atau peristiwa sulit. 4. Gangguan lain: depresi, kecemasan, ADHD, OCD, atau PTSD. 5. Persepsi memori yang salah: merasa perlu menyimpan barang agar tidak “lupa” atau kehilangan kendali. ⚠️ Dampak dan Konsekuensi Rumah menjadi tidak sehat dan berbahaya (risiko kebakaran, jamur, bau, tikus). Isolasi sosial karena malu atau enggan dikunjungi orang. Konflik keluarga dan kehilangan hubungan sosial. Penurunan fungsi eksekutif otak: sulit membuat keputusan, menunda, atau mengatur prioritas. Pendekatan dan Terapi 1. CBT (Cognitive Behavioral Therapy) khusus hoarding: membantu klien memahami pola pikir “saya butuh ini” dan mengubahnya menjadi “saya bisa melepaskan ini dengan aman.” 2. Exposure therapy: pelan-pelan belajar membuang barang, satu demi satu, tanpa rasa panik. 3. Pelatihan keterampilan eksekutif: manajemen waktu, pengambilan keputusan, dan organisasi. 4. Farmakoterapi: kadang digunakan antidepresan (SSRI), bila ada kecemasan atau depresi berat yang menyertai. 5. Pendekatan compassion dan trauma-informed: penting untuk tidak mempermalukan, tapi memahami bahwa hoarding sering akar dari insecurity dan rasa kehilangan mendalam. “Bukan semua barang menyimpan kenangan. Kadang kenangan itu hanya menunggu untuk dilepaskan dengan damai.” “Menyimpan terlalu banyak bisa berarti takut kehilangan kendali. Padahal, kendali sejati ada dalam kemampuan untuk merelakan.”