Post-Separation Abuse (PSA) adalah bentuk kekerasan yang terjadi setelah hubungan berakhir, terutama dalam konteks hubungan abusif (misalnya dengan individu berperilaku NPD, BPD, atau kontrol tinggi).
Meskipun secara fisik pasangan sudah berpisah, dinamika kekuasaan dan kontrol masih terus berlangsung melalui berbagai cara halus maupun kasar.
💣 Makna Singkat
> “Hubungan berakhir, tapi kekuasaannya belum.”
⚠️ Bentuk Umum Post-Separation Abuse
1. Kontrol melalui anak
– Menggunakan anak untuk memata-matai, memanipulasi, atau menimbulkan rasa bersalah pada mantan pasangan.
– Mengancam hak asuh, atau menjelek-jelekkan mantan di depan anak.
2. Financial Abuse (Kekerasan finansial)
– Menahan nafkah, manipulasi aset, atau membuat mantan secara ekonomi tidak stabil.
3. Legal Harassment
– Menggunakan jalur hukum sebagai alat intimidasi, bukan untuk mencari keadilan (misalnya melaporkan hal-hal kecil berulang kali).
4. Social & Digital Stalking
– Mengawasi media sosial, menyebar fitnah, menghubungi teman/keluarga mantan untuk mengontrol narasi.
5. Smear Campaign
– Menyebarkan cerita palsu agar lingkungan berpihak padanya dan korban tampak “gila” atau “toxic.”
6. Emotional Manipulation
– Mengirim pesan ambigu (“Aku masih sayang kamu tapi kamu menghancurkan semuanya”) untuk membuat korban bingung, bersalah, dan tak lepas sepenuhnya.
🧠 Tujuan Sebenarnya
PSA bukan tentang cinta yang belum selesai — tapi tentang menjaga kendali dan ilusi superioritas.
Pelaku merasa kehilangan “sumber pasokan ego” ketika hubungan berakhir, sehingga berusaha mempertahankan kekuasaan melalui cara-cara pasif-agresif, hukum, atau sosial.
❤️🩹 Pemulihan & Perlindungan Diri
1. No Contact / Minimal Contact
– Terapkan komunikasi hanya untuk hal penting (terutama jika ada anak).
– Gunakan media tertulis (chat/email) agar ada bukti bila terjadi intimidasi.
2. Bangun Sistem Dukungan
– Terapis, coach, komunitas penyintas, atau teman terpercaya yang paham dinamika abuse.
3. Catat Semua Insiden
– Simpan bukti pesan, email, atau tindakan yang menunjukkan pelecehan berkelanjutan.
4. Perkuat Identitas Diri
– PSA sering mengguncang rasa aman dan jati diri. Fokuslah pada penyembuhan, bukan pembuktian.
Refleksi
> Kadang, fase setelah perpisahan justru ujian terbesar — bukan karena kamu lemah, tapi karena sistem kendali mereka kehilangan pijakan.